02 Agustus 2012

Karena 'Main Sabun', Delapan Pemain Bulutangkis Dunia DIGUGURKAN

 Tampak Greysia Polli/Meiliana Jauhari dan Ha Jung-eun/Kim Kin-jung yang bersalaman usai melakoni sebuah pertandingan "sabun"

Masih ingatkan anda dengan skandal sepakbola gajah antara Indonesia vs Thailand di Piala Tiger 1998 lalu? Hal serupa tapi tak sama terjadi di arena bulutangkis Olimpiade London 2012, dimana karena 'Bermain Sabun', delapan pemain bulutangkis dunia yang lolos ke babak Perdelapan Final Ganda Putri Olimpiade London 2012, masing-masing satu wakil Indonesia (Meiliana/Greysia), 2 wakil dari Korea Selatan dan 1 wakil dari China digugurkan.

Keempat ganda tersebut akan dihukum karena tidak bermain dengan sungguh-sungguh dan mencederai nilai-nilai sportivitas dalam olahraga. Kasus ini bermula dari pertandingan laga terakhir penyisihan Grup A cabang bulutangkis nomor ganda putri, Selasa (31/7) atau Rabu (1/8) dinihari WIB, di Wembley Arena.

Saat itu ganda putri China, Yu Yang/Wang Xiaoli berhadapan dengan ganda putri Korea Selatan, Jung Kyung-eun/Kim Ha-na. Wang/Yu kalah 14-21, 11-21 dari Jung/Kim. Kekalahan itu diduga disengaja agar Wang/Yu tidak bertemu ganda putri China lainnya, Tian Qing/Zhao Yunlei di semi final. Bahkan wasit Thorsten Berg sampai harus turun ke lapangan dan memperingatkan ganda putri China tersebut.

Kedua pemain China itu terlihat secara sengaja melakukan serve asal-asalan. Shuttlecock mereka juga berulang kali terkena net atau pukulan mereka melebar ke luar lapangan dengan 'mudah'. Bahkan penonton di Wembley Arena pun tak jarang berteriak 'boo' karena kecewa melihat permainan Wang/Yu.

Jika Wang/Yu menang dan menjadi juara Grup A maka peluang bertemu Tian/Zhao di semi final sangat besar. Dan skenario All-China Final di nomor ganda putri pun akan kandas. Pasangan Tian/Zhao menempati peringkat kedua Grup D setelah kalah dari ganda putri Denmark, Christinna Pedersen/Kamilla Rytter-Juhl di laga terakhir.

Torsten Berg (kanan), wasit kehormatan berbicara dengan pebulu tangkis Indonesia, Greysia Polli (kiri) setelah memberikan kartu hitam pada Polli dan pasangannya Meiliana Jauhari serta lawannya Ha Jung-eun dan Kim Kin-jung dari Korea Selatan, dalam babak penyisihan grup.

Kalahnya Wang/Yu berimbas ke pertandingan terakhir Grup C yang mempertemukan Meiliana Jauhari/Greysia Polii (Indonesia) melawan Ha Jung Eun/Kim Min Jung (Korea Selatan). Pertandingan itu berjalan janggal karena kedua ganda seperti tak mau menang. Mereka sepertinya ingin menghindari Wang/Yu di perempat final. Wasit Thorsten Berg bahkan sampai harus mengeluarkan kartu hitam di laga itu sebagai tanda mendiskualifikasi kedua ganda. Namun Berg mencabut keputusannya akibat diprotes oleh kedua kubu. Meiliana/Greysia akhirnya kalah pada laga itu dengan skor 21-18, 14-21, 12-21. Mereka menduduki peringkat dua Grup C dan akan menantang Jung/Kim di perempat final.

Pelatih Indonesia dan Korea, berbarengan menunjuk pihak China sebagai biang keladinya. Karena mereka lebih dulu menerapkan taktik itu. Tapi apakah itu serta-merta bisa menekan China? Memang, China dianggap telah mencedarai semangat Olimpiade. Kalaupun negeri tirai bambu itu melakukan tindakan tercela dan tak sportif, lantas, apakah pantas ditiru Korea Selatan dan Indonesia? Spirit sportivitas memang seringkali bersimpangan dengan kepentingan atau target yang ingin dicapai. Korea dan Indonesia boleh saja ‘cuci tangan’ dengan menunjuk China sebagai penyebab utama.

Karena ulah ganda putri Indonesia itu, akhirnya tiket ke babak Perempat Final hilang percuma. Yang paling menyakitkan, cabang olahraga Bulutangkis paling banyak mengirimkan atlet dengan 9 orang disusul cabang olahraga Angkat Besi dengan 5 orang, sementara cabang olahraga lainnya seperti panahan, menembak, atletik, renang dsb hanya dijatahi 1-2 orang saja. Sungguh ironis karena uang tiket beserta seluruh kebutuhan di London seperti terbuang percuma (penginapan, makan/minum, uang jajan dsb), mirip seperti orang yang hanya melakukan sebuah perjalanan santai/trip ke luar negeri. Padahal itu semua dibiayai dari uang negara. Sementara cabang olahraga lainnya mati-matian mengirim proposal ke KONI buat mendapat jatah kontingen agar bisa berlaga di Olimpiade tapi ditolak dengan alasan kekurangan dana. 

Kejadian ini benar-benar sudah mencoreng nama bangsa di luar negeri. Kalau dari awal takut kalah dari pemain nomor satu dunia (China), kenapa ngotot berangkat ke Olimpiade? Sudah banyak uang yang dihabiskan untuk persiapan atlet di pelatnas, tapi ternyata MENTAL nya bobrok. Masyarakat Indonesia lebih menghargai usaha sungguh-sungguh dari atletnya meski harus kalah, ketimbang sengaja "cari untung" dengan mengalah di sebuah pertandingan. Harusnya mereka itu dikeluarkan saja dari Pelatnas/diskorsing sementara buat introspeksi diri. Masih banyak atlet bulutangkis di pelatnas cipayung yang mengantre untuk bisa masuk skuad utama Indonesia.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

1 wakil pun indonesia tak ada di babak final...
ckck
prestasi terburuk selama keikutsertaan batminton Indonesia di ajang olimpiade...