09 November 2009

Kualifikasi Grup F Piala Asia U-19, Jepang vs Indonesia 7-0

Permainan Indonesia jauh dari yang diharapkan sebelumnya. Target seri yang dipasang sebelumnya harus dibuang jauh-jauh saat pertandingan baru berjalan 10 menit sudah kebobolan 2 gol terlebih dahulu lewat gol Takagi Toshoyuki menit ke-3 dan Nagai Ryo menit ke-10. Timnas Indonesia sempat mencoba membalas dengan melakukan serangan-serangan spartan ke daerah pertahanan Jepang. Tapi, para pemain belakang Jepang masih terlalu tangguh untuk dilawan para striker mungil Indonesia. Bukannya gol yang tercipta, malahan kebobolan yang bertambah lewat Kato Masaru di menit ke 40. Skor 3-0 bertahan sampai akhir babak pertama.

Dibabak kedua, ibarat sebuah tim yang sudah putus asa, akhirnya menjadi bulan-bulanan tim lawan. 4 gol lagi tercipta dibabak kedua melalui Takagi Toshiyuki pada menit ke-53 dan 56, Takahashi Shohei pada menit ke-55, serta Nagai Ryo pada menit ke-71. Permainan timnas Indonesia benar-benar jauh dari yang diharapkan, ditambah mental para pemain yang sudah drop sekali.

Kalo menurut saya, lebih baik kalah WO 3-0 dari pada harus cape-cape bertanding, dan bukannya kalah lagi yang didapat, melainkan rasa malu karena bermain dikandang dan caci maki yang didapat oleh para pemain-pemain timnas U-19 Indonesia ini.

Padahal, dipartai sebelumnya melawan singapura, saya masih berharap banyak pada sekumpulan anak-anak muda ini. Dalam hatiku, yah bolehlah, kan baru 2 tahun berlatih di Uruguay. Masih ada 2 tahun lagi kesempatan belajar dan menimba ilmu disana. Tapi, setelah pertandingan melawan Jepang yang berakhir tragis 7-0 ini, pupus sudah harapan saya. Beginilah harapan kata pak ketua PSSI Bapak Nurdin Halid yang mencanangkan tahun 2018 kita menjadi juara piala Asia, dan ditahun 2022 menembus piala dunia? zzzzz...Boro-boro masuk piala Asia, wong tahun 2007 lalu aja, kalau bukan dengan status tuan rumah jangan berharap kita bisa masuk babak pengisihan piala Asia waktu itu. Nah, kini setinggi harapan yang dibebankan kepada anak-anak U-16, yang sekarang sudah turun di U-19 untuk mewujudkan harapan yang menurut saya lebih cocok disebut dengan hayalan belaka itu.

Cara bermain saat melawan Jepang, saya melihat semua pemain timnas kita tampil sangat buruk. Terutama penjaga gawang Beny Yoewanto, yang bisa dibilang seperti seorang yang baru belajar menjadi penjaga gawang. Kesalahan-kesalahan mendasar banyak dilakukan, termasuk mungkin sangat gugup saat menghadapi tendangan-tendangan keras dari para pemain Jepang. Mungkin dia (Beny) tak perlu jauh-jauh bersekolah ke Uruguay. Mungkin lebih cocok dia bermain saja di liga Indonesia. Toh semua tim-tim di liga Indonesia umumnya memasang 2 striker asing. Jadi tak perlu jauh-jauh untuk belajar menangkap bola.

Ada juga yang memberikan pedapat, bahwa Indonesia tidak akan pernah maju kalau para pemain-pemainnya umumnya berasal dari perdesaan. Menurut saya, masuk akal juga. Dengan postur pas-pasan, jangan harap mau menang. Coba tengok negara mana yang bisa hebat jika postur para pemainnya hanya memiliki tinggi badan rata-rata 160-an cm? Tapi menurut saya, mungkin Indonesia memang belum ditakdirkan untuk menjadi macan asia. Perlu >20 tahun atau 2 generasi lagi untuk menciptakan bibit-bibit muda baru. Tidak ada cara yang instan. Yah, mungkin istilahnya sudah mentok kali ya, diajarin bagaimanapun tidak akan banyak membawa perubahan. Berguru sana-sini, hasilnya 0 besar.

Saran saya, barangkali bisa diterima ketua umum PSSI, lihat saja hasil total dari kualifikasi piala Asia u-19 ini. Jika terlalu mengecewakan, lebih baik proyek bersekolah di Uruguay dihentikan saja. Sisa anggarannya disalurkan untuk membantu proyek pemain dalam negeri saja. Toh misal 2 tahun sisanya akan tetap dilanjutkan, siapa yang bisa menjamin kemampuan kita akan melebihi tim sekelas Jepang sekarang? Kalau Cuma mau menjadi raja Asean saja, saya kira tidak perlulah buang-buang 12,5 M per tahun. Naturalisasi saja beberapa pemain asing buat mendongkrat daya gedor timnas nantinya. Simpel bukan? Malahan lebih hemat.

Atau, menurut saya, akan lebih efektif jika kita mengirimkan timnas ke Jepang atau Korea selatan saja, yang memang sudah dikenal sebagai macan asia. Toh mereka juga bisa mengimbangi kekuatan-kekuatan eropa atau amerika juga. Jadi istilahnya, lebih efektif dan efisienlah. Toh sekolah jauh-jauh juga ntar kan balik lagi main di liga tarkam maksudku liga Indonesia). Tuh sudah banyak koq tim-tim lokal yang mencari-cari celah buat mendapatkan tandatangan para pemain yang sementara sekolah di Uruguay ini, agar setelah habis masa bakti 4 tahunnya, sudah bisa bergabung dengan mereka. So? Emas yang sudah dibersihkan menjadi mengkilap bisa menjadi kotor kembali.


Indonesia: Yuwanto Stya Beny (kiper), Yericho Christiantoko, Ferry Firmansyah, Mokhamad Syaifudin, Abdul Rahman Lestaluhu, Yandi Sofyan, Alan Martha, Mochamad Zaenal Haq, Rizki Ahmad Sanjaya, Vava Mario Zagalo, Alfin Ismail Tuasalamoni
Pelatih: Cesar Payovich.

Jepang: Nakamura Hayato (kiper), Tanaka Masaki, Takahasi Shohei, Kikuci Daisuki, Musaka Mitsunari, Oghihara Takahiro, Kato Masaru, Furuta Hiroyuki, Takagi Toshiyoki, Nagai Ryo, Iwata Shuhei
Pelatih: Nuno Keiichiro.

Tidak ada komentar: