Hari ini tanggal 1 Mei, saatnya memperingati Hari Buruh Sedunia. Ya, populasi buruh di dunia kian bertambah, seiring bertambahnya populasi orang berduit, alias orang kaya. Saya kemarin nonton rekaman ulang Pak Ahok saat di acara Hitam Putih Deddy Corbuzier. Bagi yang mau nonton, berikut video Youtubenya :
Hubungannya apa Buruh sama video diatas? Pada video diatas, tepatnya pada menit ke 5:34 sampai 6:30 anda bisa mendengar kira-kira seperti ini :
Ahok (mengutip perkataan Ayahnya sewaktu dulu) : "Kamu tuh ngapain pinter di kampung kita, masih banyak orang lebih pinter. Cuma nasib kamu baik aja jadi anak saya. Iya dong, kalau juara engga heran dong. Makan nya susu, keju, telur mah engga heran. Sepatunya kickers, tidur pakai piyama. Kalau dibandingkan temanmu yang minumnya cuma singkong, atau teh manis engga jelas, kalau dia bisa juara, juara 2, juara 3, berarti dia sebenarnya udah (perkataan sempat terhenti), kalau dia makan kayak kamu sebenarnya dia bisa lebih pinter dari kamu. Bapak saya selalu ingatkan itu".
So, kita tidak bisa memilih sewaktu lahir akan ditempatkan di keluarga mana; apakah akan terlahir di keluarga makmur sejahtera, atau di keluarga melarat. Jika terlahir di keluarga kaya, tentu masa depan akan lebih cerah dan terjamin. Hidupmu tidak akan dipusingkan soal urusan ISI PERUT. Memang tidak mutlak sih, melihat fakta bahwa ada juga ternyata anak yang terlahir di keluarga kaya, kehidupan terjamin, namun tidak dapat memanfaatkan potensi dan kesempatan itu untuk mengembangkan dirinya. Ia malah menghancurkan usaha orang tuanya, hidup berfoya-foya membuang uang, tanpa membuat sesuatu yang berarti.
Sementara jika terlahir di keluarga melarat, miskin, kebanyakan hidupnya kelak akan susah. Kelak yang dipikirkan adalah BESOK MAU MAKAN APA? Juga tidak mutlak, mengingat ada juga orang-orang yang dulunya miskin namun sekarang sukses. Salah satu contoh yang saya ingat adalah Pak Dahlan Iskan.
Pertanyaannya adalah, berapa % tingkat kesempatan untuk mencapai kesuksesannya? Mungkin dari 10 orang yang terlahir di keluarga kaya, 8 nya akan sukses, dan 2 nya akan gagal. Sementara dari 10 orang yang terlahir di keluarga miskin, mungkin hanya 2 nya akan sukses, sementara 8 nya (tetap) gagal.
Salah satu yang menentukan, adalah tingkat pendidikan. Saat ini pemerintah memang telah menjamin setiap anak miskin tetap dapat bersekolah (meski faktanya belum merata di setiap kota, kabupaten, dan desa); tentu dengan standar sekolah yang jauh dibawah kualitas sekolah maju, seperti SPH - Sekolah Pelita Harapan, atau yang setara itu. Dengan bersekolah di sekolah "dibawah standart", tentu output yang dihasilkan adalah setara itu, seperti BURUH, PEGAWAI, STAFF, BAWAHAN, AJUDAN, PENGAWAL, dsb.
Sementara anak orang kaya, sudah tentu akan disekolahkan di sekolah yang memiliki mutu pendidikan terbaik. Output yang dihasilkan tentu akan setara itu, seperti KEPALA BAGIAN, MANEJER, DIREKTUR, KOMISARIS, dsb (posisi leader).
So, ternyata hal itu tetap berbanding lurus dengan kehidupan 50 tahun lalu. Saat itu, hanya yang bersekolah lah yang bisa jadi pemimpin, sementara yang tidak sekolah hanya menjadi 'babu' nya. Juga jika ditarik lebih jauh ke belakang, 1000-2000 tahun yang lalu. Hanya keluarga kaya lah yang dapat menempati pos-pos pemerintahan; sementara keluarga miskin, ya tetap melarat dan penjadi pengawal atau pelayan bagi orang kaya.
Jika dikaitkan dengan hukum, maka akan lebih jelas lagi terlihat perbedaan itu :
"Perlakuan Hukum akan BERBANDING LURUS dengan isi dompetmu"
So, adilkah Tuhan itu? Jika bisa memilih, saya rasa tidak ada jiwa yang akan memilih untuk terlahir di keluarga miskin, terlahir catat tubuh, dsb. Jikapun ada, toh tidak akan sebanyak sekarang, dimana populasi penduduk miskin dunia mencapai 1/4 dari total.
Menurut kepercayaan yang saya anut, kehidupan sekarang seseorang akan ditentukan dari kehidupan masa lampaunya. Dan kehidupan masa depan akan ditentukan oleh kehidupan masa sekarang. Ini seperti roda yang akan terus berputar, sampai akhirnya Anda akan terbebas segala bentuk hutang duniawi (dan tentu, Anda harus memiliki banyak 'kredit' yang berupa jasa atau pahala. Jika hanya terbebas dari hutang, artinya 0, tidak minus, tidak plus), terbebas dari roda perputaran itu dan mencapai KESEMPURNAAN, tidak lagi terlahir menjadi manusia.
Saya tidak mengakui segala bentuk bertobatan lalu dosanya diampuni, seperti halnya banyak yang dipercayai orang. Dosa yang Anda perbuat, akan berbuah pada waktunya, baik cepat atau lambat, sekarang atau nanti, atau kehidupan mendatang jika kehidupan ini tak mampu kau lunasi. Itulah yang akan menentukan posisi Anda di kehidupan mendatang, tentu tidak mutlak juga. Namun rasanya ini lebih rasional.
Saya juga tidak percaya segala macam bentuk kepasrahan diri pada Pencipta secara MUTLAK. Saya meyakini, keberhasilan seseorang hanya ditentukan oleh 50% kemampuan dirinya dan sisanya oleh Takdirnya sendiri. Itulah sebabnya banyak cerita yang anda dengar, dimana seseorang telah berjuang mati-matian, toh akhirnya tetap begitu-begitu juga hidupnya, seperti telah mencapai sisi mentok dari suatu kehidupan.
Salam hangat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar