02 Juni 2014

Pengusaha Atau Karyawan ?

Welcome Bulan Juni! Tak terasa kita sudah memasuki pertengahan tahun 2014. Di bulan Juni kali ini akan terasa berbeda dengan bulan-bulan Juni di tahun sebelumnya. Ya, ada iven Piala Dunia di Brazil yang akan dihelat pada tanggal 12 Juni nanti. Selain itu, hari ini adalah hari Duan Wu Jie, alias perayaan BakCang yang dilakukan oleh etnis Tionghoa. BakCang sendiri terbuat dari beras ketan yang diisi campuran daging (utamanya daging babi).

Engga tahu mau nulis apa lagi. Kali ini share cerita aja. Hari ini di warnet ku kebetulan ada gangguan koneksi. Biasa, Speedynya lagi ngadat rutinan. Lalu tiba-tiba ada seorang pelanggan yang mau make. Ya tentu saya bilang ada gangguan koneksi. Lalu mulailah percakapan “basa-basi”. Dia bertanya kenapa usaha warnet belakangan mulai sepi, sampai kenapa saya tidak cari kerja padahal sudah lulus kuliah.

Spontan kujawab saja, warnet sepi karena sekarang lewat smartphone dan tab (tidak bisa sebut hp lagi lho) sudah bisa akses internet. Ini ditambah lagi menjamurnya para produsen layanan paket data lewat kartu SIM yang menawarkan harga yang murah. Jadi otomatis warnet sisa bergantung pada game online. Tapi untuk pertanyaan keduanya, aku malah tidak habis pikir. Kenapa?

Memangnya operator warnet bukan pekerjaan yah? Inilah model pemikiran kaum pribumi. Kalau tidak MAKAN GAJI sama orang dianggap BELUM BEKERJA. Saya jujur lulusan EKONOMI, itu sewaktu masa pendidikan kuliah sampai pelepasan, kita selalu di ingatkan untuk menjadi entrepreneur agar bisa membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain; bukannya malah ikut berebut “jatah” slot karyawan di suatu perusahaan. Saya kira itu opsi terakhir kalau kita memang sangat butuh uang untuk keluarga. Ya minimal ada pekerjaan untuk diri sendiri kalau belum bisa membuka lapangan kerja untuk orang lain.

Pada prinsip hidup gua, lebih baik menjadi kepala semut daripada menjadi ekor gajah. Oke? Itu sudah dapat menjawab pertanyaannya, meskipun IPK gua 3,54 dengan predikat cum laude. Bagi sebagian orang itu mungkin tolol karena tidak memanfaatkan hasil IPK tersebut dengan baik. Tapi saya bisa jadi tahu, artinya orientasi KULIAH mereka hanya untuk mencari NILAI HASIL AKHIR semata, bukan pada PROSES dan ILMU nya. Dengan kuliah wawasan dan cara pandang kita bertambah. Kalau kuliah hanya untuk buat nyari kerja mending beli ijazah aja, banyak dijual murah 10 juta untuk S1. Untuk apa susah-susah bangun bagi lalu dengan khotbah dosen? Cape deh. Betul gak?

Saya hanya mau Tanya, hari gini bawahan mana yang bisa mempraktekkan ilmunya di kantor? Semua strategi marketing di kantor hingga tata cara pencatatan pengelolaan keuangan-pembukuan sudah diatur garis besarnya oleh para atasan. Maka itu karyawan sekarang itu rata-rata miskin kreasi lho. Kerja kantoran tidak ada jaminan anda bisa sukses jadi atasan. Ada yang kerja 20 tahun tapi jabatannya hanya pegawai biasa saja. Kenapa? Karena rezeki orang tidak sama. Ada yang sudah kaya sejak bawaan lahir, ada yang harus kerja sampai mampos baru berhasil, sementara ada juga yang sudah kerja sampai mampos tapi hidupnya gitu-gitu aja. Tanya kenapa lagi?

Maka itu saya memilih untuk berkarir lewat jalur wirausaha, tidak terikat dan bebas. Apalagi, usaha warnet ini telah saya tekuni sewaktu masih semester 2 di bangku perkuliahan (umur 18 tahun); dimana teman-teman seperjuangan saya masih enak-enakan pacaran, nonton bioskop, shopping, dsb; gua sudah cari duit meski dengan pinjaman BANK. Waktu itu memang resiko antara hidup atau mati. Kalau warnet sepi di awal-awal gimana bayar cicilannya? Bisa disita dong tempat usahanya? Makanya kuliah gua agak terganggu sewaktu semester 2 dan 3 nya, tapi toh tetap masih dapat cum laude pada akhirnya. hehehe

Maka itu saya tetap hargai perjuangan saya pada waktu itu dengan terus melanjutkannya hingga sekarang. Ini mungkin jalan hidup saya. Tapi tidak tahu apa yang akan terjadi kemudian. Memang dulu sewaktu kuliah sempat pakai orang tapi hasilnya 30% duit kas bocor. Sayang sekali kan? Lalu saya tawari ke pelanggan itu, gini aja pak, Bapak gantiin saya jadi OP lalu saya kerja makan gaji mau? Saya percaya bapak tidak akan menyolong duit kas. Hahaha spontan menolak dia.

Lalu kalau si bapak tidak mau, siapa yang mau jaga warnet ini? Apa hanya gara-gara itu saya harus menutup warnet ini lalu makan gaji sama orang? Atau saya cari sembarang orang saja trus biarin dia jaga, nanti 1-2 bulan komputernya sudah banyak yang rusak atau bahkan dicuri apa pembaca mau tanggung jawab ganti rugi? Tindakan itu sangat bodoh saya kira. Karena jujur saya tidak bisa mempercayai orang lain selain diri sendiri (ada pengalaman traumatic soalnya).

So, saya kira kerja apapun sama saja. Tiap orang ada rezeki dan jalannya. Asal dapat duit toh sama saja. Memang beda duit dari kantor dengan duit dari bisnis pribadi? Kalo ada yang bilang beda itu artinya dongo. Yang berbeda saya kira hanya soal relasi saja, kerja kantoran sedikit banyak pasti punya relasi. Itu saja. Soal kesuksesan siapa yang bisa menjamin orang kantoran pasti cepat kaya dan lebih kaya dari para wirausahawan?

"Alasannya saya kira klasik saja. Orang zaman sekarang pingin cepat jadi bos tanpa mau berproses. Mereka lebih suka memakai kemeja dan dasi lalu bekerja di perusahaan besar meski hanya menjadi KARYAWAN saja. Orang-orang zaman sekarang sudah terlalu malu untuk sekedar memulai usaha kecil, seperti jualan bakso keliling atau membuka kios jualan. Kalaupun mereka mau, pasti hanya dititipkan ke orang kerjanya tanpa mau bersentuhan langsung dengan usaha yang digeluti. Alasannya pekerjaan seperti itu HINA buat mereka. Inilah yang menyebabkan di Indonesia jumlah entrepreneur/wurausahawan nya < 2%; bahasa kasarnya masyarakat Indonesia memang lebih banyak BERMENTAL PEKERJA".
Sama kayak usaha warnet, orang sudah terlalu malu untuk mengelola langsung usaha warnetnya. Lebih suka cari orang terus bayar gajinya. Hasilnya uang kas banyak bocor, komputer sering rusak, dsb. Terakhir owner/pemiliknya hanya bisa marah-marah ke orang kerjanya karena memang mereka pada dasarnya awam dan tidak mengerti bisnis beginian. Tahunya untung saja, duit masuk. Inilah resiko kalau usaha tidak fokus ditekuni.

1 komentar:

Kusen Aluminium Bahrul mengatakan...

Saya dukung pak untuk terus ber wirausaha, semoga semakin banyak orang yang memiliki kapasitas ilmu seperti bapak untuk semakin membuka lapangan kerja buat orang lain.
Salam sukses ya...