16 Mei 2009

PIALA SUDIRMAN 2009

PIALA SUDIRMAN 2009

Gagalnya Indonesia melaju ke Final Piala Sudirman 2009 tahun ini sangat mengecewakan saya sebagai penggemar, bahkan seluruh rakyat Indonesia yang sangat mengharapkan agar nama Indonesia terangkat di ajang ini. Di tahun ini Indonesia tergabung satu grup dengan China dibabak pengisihan grup B. Berada di posisi ke dua dalam pengisihan, mengharuskan Indonesia melawan Korea Selatan yang menjadi juara pengisihan grup B.
Hasilnya pun tertebak, setelah menang sukses melawan Jepang 4-1, Inggris 4-1, dan kalah 5-0 melawan China, akhirnya Indonesia pun harus menelan pil pahit, dengan kalah 3-1 melawan Korea di semifinal.
Banyak pihak yang mengatakan, Indonesia kalah karena sejumlah pemain inti tidak fit, seperti pasangan ganda putra M. Kido tidak bisa tampil, dan digantikan M. Ahsan. Juga pasangan ganda putri yang tidak dalam komposisi pasangan yang sebenarnya.
Menurut saya, dengan kekuatan full tim sekalipun, Indonesia peluangnya 49-51 (karena bermain di tandang, china), apalagi tidak dengan kekuatan inti. Pasti kalah total. Benar saja, disepanjang pertandingan yang baru saja saya saksikan berakhir, Indonesia seperti tidak mampu melawan permainan “modern” Korea. Terlihat terlalu lembek dan tidak bertenaga, serta gampang menyerah.
Mau diapa lagi, nasi sudah jadi bubur. Harusnya ini jadi pembelajaran tim Indonesia. Karena sudah sering saya mendengar alasan klasik, seperti kesulitan pendanaan, pembibitan yang tidak merata, dan sebagainya. Harusnya hal ini diseriusi, mengingat Indonesia pernah menjadi “macan asia” di dekade 1950-1990-an. Jangan sampai hanya tinggal menjadi kenangan saja.
Jangan terlalu memaksakan tim yang sudah ada sekarang. Lihatlah sebagian besar pemain yang bernaung di skuad Cipayung HANYA ITU-ITU SAJA selama kurun waktu 2004-2009 ini. Hasilnya, pengalaman pemain muda berkurang, disebabkan jarangnya diberi kesempatan turun di turnamen kelas internasional. Paling parah di sektor tunggal dan ganda puteri. Semenjak ditinggal “master” nya Susi Susanti, junior2 di sektor putri seperti kehilangan induknya. Sampai sekarang tinggal bergantung kepada kemampuan Maria Kristin. Mengapa saya bilang begitu, karena selain skillnya yang menurut saya “pas-pasan lebih sedikit”, kondisi fisiknya juga terbilang labil. Gampang “rusak” dalam bahasa mesinnya. Gimana mau menang, apalagi bertanding, jika disetiap pertandingan selalu rentan cidera. Indonesia perlu pemain yang memiliki daya tahan prima, kalau perlu mendekati ketahanan robot, jarang rusak/cidera. Contohlah para pemain China dan Korea. Pemain mereka memiliki fisik stamina yang prima. Jarang “sakit” dilapangan. Hasilnya, grafik permainan stabil, dan tentunya menunjang dalam mendulang gelar disetiap kompetisi.
Disektor ganda putra juga saya ingin menyoroti sedikit. HARUS SIAPKAN PENGGANTI. Kalau tidak, siap-siaplah anda ketinggalan 1-2 tahun kedepan. Apalagi pasangan2 yang ada saat ini saya melihat sudah “hampir habis”. Jadi jangan sampai ketinggalan dengan negara2 lain, seperti China dan Korea, + Malaysia yang terbilang produktif disektor pria. Regenerasi pemain-pemain mereka bagus, tidak menunggu “habis duluan”, baru dicari. Itu sama saja mulai baru.
Jangan beralasan bibit habis, karena dengan jumlah penduduk yang > 200 juta harusnya bisa mendapatkan 100 pemain terbaik. Masalahnya apakah ada pada bakat pemain2 Indonesia yang selama ini dipanen, ataukah di Indonesia “kalah” dalam kualitas SDM nya dibanding negara2 lain. Hal ini tentu memiliki dasar, karena mengingat Indonesia saat ini berada pada ranking 110 dunia dalam dunia pendidikan (saya tidak ngomong kalo orang Indonesia itu tidak pintar-pintar lho). Dan disaat negara2 lain sudah berlomba2 untuk membuat hal2 baru dengan keuangan Negara yang berlimpah, Indonesia masih harus membiayai utang-utang luar negeri dan pembangunan infrastruktur yang belum merata..
Kalau perlu, PASANG PELATIH ASING. Jangan malu untuk belajar. Dengan bermodal PELAJARAN TEMPOE DULU, masa sanggup meladeni pelajaran modern sekarang yang mengusung kecepatan dalam bermain. Lihat saja, banyak pelatih-pelatih Indonesia yang dipinang Negara asing, seperti Malaysia, Singapura, Prancis, Belanda, AS, dsb. Hal itu tidak menandakan kualitas pelatih yang ada di pelatnas cipayung lebih bagus dari mereka yang mayoritas “buangan”. Siapa tahu kebalikannya. Misalnya dengan menyewa pelatih asal China, tentunya paling tidak kita bisa belajar bagaimana standar2 yang diterapkan dalam latihan dan strategi permainan disana. Jika sudah diserap semua, silahkan tending kalau mau tendang.
Inilah hasilnya! Korupsi dimana-mana, dan bermental “cari gampang” membuat Indonesia semakain jauh tertinggal di bidang olahraga, seperti di Olimpiade, Seagames, termasuk cabang2 seperti Atletik, Sepak bola, Basket, termasuk Badminton, sebagai SATU SATUNYA OLAHRAGA yang dapat dibanggakan Indonesia, malah mengalami masa degradasi…

1 komentar:

mirianto mengatakan...

yah, itu karena indonesia ga ada regenerasi, terus menerus mengandalkan orang-orang itu aja. Coba deh klao ada regenerasi dan persaingan sehat kyk china, pasti bisa maju indonesia